Pajak Bumi dan Bangunan

Dari V-TAX Wiki
Revisi per 18 Juni 2018 21.05 oleh Admin (bicara | kontrib) (Dasar Pengenaan Pajak)
Lompat ke: navigasi, cari

Dasar Hukum

Dasar hukum Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994.

Asas

Asas Pajak Bumi dan Bangunan :

  1. Memberikan kemudahan dan kesederhanaan.
  2. Adanya kepastian hukum.
  3. Mudah dimengerti dan adil.
  4. Menghindari pajak berganda.

Pengertian-Pengertian

Bumi adalah permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada di bawahnya. Permukaan bumi meliputi tanah dan peraiaran pedalaman (termasuk rawa-rawa, tambak, perairan) serta laut wilayah Republik Indonesia.

Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan / atau perairan. Termasuk dalam pengertian bangunan adalah :

  1. Jalan lingkungan dalam satu kesatuan dengan kompleks bangunan.
  2. Jalan tol.
  3. Kolam renang.
  4. Pagar mewah.
  5. Tempat olahraga.
  6. Galangan kapal, dermaga.
  7. Taman mewah.
  8. Tempat penampungan / kilang minyak, air dan gas, pipa minyak.
  9. Fasilitas lain yang memberikan manfaat.

Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) adalah surat yang digunakan oleh Wajib Pajak untuk melaporkan data objek menurut ketentuan Undang-Undang Pajak Bumi dan Bangunan.

Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) adalah surat yang digunakan oleh Direktorat Jenderal Pajak untuk memberitahukan besarnya pajak terutang kepada Wajib Pajak. Direktorat Jenderal Pajak menerbitkan SPPT berdasarkan SPOP Wajib Pajak.

Nilai Jual Objek Pajak

Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual-beli yang terjadi secara wajar, dan bilamana tidak terdapat transaksi jual-beli, Nilai Jual Objek Pajak ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, atau nilai perolehan baru, atau Nilai Jual Objek Pajak pengganti.

Yang dimaksud dengan :

  1. Perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis adalah suatu pendekatan / metode penetuan nilai jual suatu objek pajak dengan membandingkannya dengan objek pajak lain sejenis, yang letaknya berdekatan dan fungsinya sama dan telah diketahui harga jualnya.
  2. Nilai perolehan baru adalah suatu pendekatan / metode penentuan nilai jual suatu objek pajak dengancara menghitung seluruh biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh objek tersebut pada saat penilaian dilakukan, yang dikurangi dengan penyusutan berdasarkan kondisi fisik objek tersebut.
  3. Nilai jual pengganti adalah suatu pendekatan / metode penentuan nilai jual suatu objek pajak yang berdasarkan pada hasil produksi objek pajak tersebut.

Besarnya NJOP ditentukan berdasarkan klasifikasi :

  1. Objek Pajak Sektor Perdesaan dan Perkotaan.
  2. Objek Pajak Sektor Perkebunan.
  3. Objek Pajak Sektor Kehutanan atas Hak Pengusahaan Hutan, Hak Pengusahaan Hasil Hutan, Izin Pemanfaatan Kayu serta Izin Sah Lainnya selain Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri.
  4. Objek Pajak Sektor Kehutanan atas Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri.
  5. Objek Pajak Sektor Pertambangan Minyak dan Gas Bumi.
  6. Objek Pajak Sektor Pertambangan Energi Panas Bumi.
  7. Objek Pajak Sektor Pertambangan Non Migas Selain Pertambangan Energi Panas Bumi dan Galian C.
  8. Objek Pajak Sektor Pertambangan Non Migas Galian C.
  9. Objek Pajak Sektor Pertambangan yang dikelola Berdasarkan Kontrak Karya atau Kontrak Kerja Sama.
  10. Objek Pajak Usaha Bidang Perikanan Laut.
  11. Objek Pajak Usaha Bidang Perikanan Darat.
  12. Objek Pajak yang Bersifat Khusus.

Objek Pajak

  • Yang menjadi objek pajak adalah bumi dan atau bangunan.
  • Yang dimaksud dengan klasifikasi bumi dan bangunan adalah pengelompokan bumi dan bangunan menurut nilai jualnya dan digunakan sebagai pedoman, serta untuk memudahkan penghitungan pajak yang terutang.
    • Dalam menentukan klasifikasi bumi / tanah diperhatikan faktor-faktor sebagai berikut :
      1. Letak
      2. Peruntukan
      3. Pemanfaatan
      4. Kondisi Lingkungan dan lain-lain.
    • Dalam menentukan klasifikasi bangunan diperhatikan faktor-faktor sebagai berikut :
      1. Bahan yang digunakan
      2. Rekayasa
      3. Letak
      4. Kondisi Lingkungan dan lain-lain.
  • Pengecualian Objek Pajak yang tidak dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan adalah objek pajak yang :
    1. Digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum dan tidak untuk mencari keuntungan, antara lain :
      • Di bidang ibadah, contoh : masjid, gereja, wihara.
      • Di bidang kesehatan, contoh : rumah sakit.
      • Di bidang pendidikan, contoh : madrasah, pesantren.
      • Di bidang sosial, contoh : panti asuhan.
      • Di bidang kebudayaan nasional, contoh : museum, candi.
    2. Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau yang sejenis dengan itu.
    3. Merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah negara yang belum dibebani suatu hak.
    4. Digunakan oleh perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan asas perlakuan timbalik balik.
    5. Digunakan oleh badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditentukan oleh Menteri Keuangan.
Yang dimaksud dengan tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan adalah objek pajak itu diusahakan untuk melayani kepentingan umum dan nyata-nyata tidak ditujukan untuk mencari keuntungan. Hal ini dapat diketahui, antara lain dari anggaran dasar dan anggaran rumah tangga dari yayasan / badan yang bergerak dalam bidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional tersebut. Termasuk pengertian ini adalah hutan wisata milik negara sesuai Pasal 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kehutanan. 
  • Objek pajak yang digunakan oleh negara untuk penyelenggaraan pemerintahan, penentuan pengenaan pajaknya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Yang dimaksud dengan objek pajak adalah objek pajak yang dimiliki / dikuasai / digunakan oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam menyelenggarakan pemerintahan. Pajak Bumi dan Bangunan adalah pajak negara yang sebagian besar penerimaannya merupakan pendapatan daerah yang antara lain dipergunakan untuk penyediaan fasilitas yang juga dinikmati oelh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Oleh sebab itu, wajar bila Pemerintah Pusat juga ikut membiayai penyediaan fasilitas tersebut melalui pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan. Mengenai bumi dan atau bangunan milik perseorangan dan atau bukan yang digunakan oleh negara, kewajiban perpajakannya tergantung pada perjanjian yang diadakan.
  • Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP) ditetapkan untuk masing-masing kabupaten / kota dengan besar setinggi-tingginya Rp. 12.000.000,- (dua belas juta rupiah) untuk setiap wajib pajak. Apabila seorang wajib pajak mempunyai beberapa objek pajak, yang diberikan NJOPTKP hanya salh satu objek pajak yang nilainya terbesar, sedangkan objek pajak lainnya tetap dikenakan secara penuh tanpa dikurangi NJOPTKP. Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak atas nama Menteri Keuangan menetapkan besarnya NJOPTKP dengan mempertimbangkan pendapat gubernur / bupati / walikota (Pemerintah Daerah) setempat.

Subjek Pajak

  1. Yang menjadi subjek pajak adalah orang atau badan yang secara nyata mempunai suatu hak atas bumi dan atau memperolah manfaat atas bumi dan atau memiliki, menguasai dan atau memperoleh manfaat atas bangunan. Dengan demikian, tanda pembayaran / pelunasan pajak bukan merupakan bukti pemilikan hak.
  2. Subjek pajak sebagaimana dimaksud pada nomor (1) yang dikenakan kewajiban membayar pajak menjadi wajib pajak.
  3. Dalam hal atas suatu objek pajak belum jelas diketahui wajib pajaknya, Direktur Jenderal Pajak dapat menetapkan subjek pajak sebagaimana dimaksud pada nomor (1) sebagai wajib pajak. Hal ini berarti memberikan kewenangan kepada Dirjen Pajak untuk menentukan subjek wajib pajak, apabila suatu objek pajak belum jelas wajib pajaknya. Untuk lebih jelas diberikan contoh sebagai berikut :
    • Subjek pajak X memanfaatkan atau menggunakan bumi dan atau bangunan milik Y bukan karena sesuatu hak berdasarkan undang-undang atau bukan karena perjanjian, maka X yang memanfaatkan / menggunakan bumi dan atau bangunan ditetapkan sebagai Wajib Pajak.
    • Suatu objek pajak yang masih dalam sengketa pemilikan di pengadilan, maka orang atau badan yang memanfaatkan / menggunakan objek pajak tersebut ditetapkan sebagai Wajib Pajak.
    • Subjek pajak dalam waktu yang lam berada di luar wilayah letak objek pajak, sedangkan untuk merawat objek pajak tersebut dikuasakan kepada orang atau badan, maka orang atau badan yang diberik kuasa dapat ditunjuk sebagai Wajib Pajak. Penunjukan sebagai Wajib Pajak oleh Dirjen Pajak bukan merupakan bukti pemilikan hak.
  4. Subjek pajak yang ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam nomor (3) dapat memberikan keterangan secara tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak bahwa ia bukan Wajib Pajak terhadap objek pajak dimaksud.
  5. Bila keterangan yang diajukan oleh Wajib Pajak dalam nomor (4) disetujui, maka Direktur Jenderal Pajak membatalkan penetapan sebagai Wajib Pajak sebagaimana dalam nomor (3) dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak diterimanya surat keterangan dimaksud.
  6. Bila keterangan yang diajukan itu tidak disetujui, maka Direktur Jenderal Pajak mengeluarkan surat keputusan penolakan dengan disertai alasan-alasannya.
  7. Apabila dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal diterimanya keterangan sebagaimana dalam nomor (4) Direktur Jenderal Pajak tidak memberikan keputusan, maka keterangan yang diajukan itu dianggap disetujui. Apabila Direktur Jenderal Pajak tidak memberikan keputusan dalam waktu 1 (datu) bulan sejak tanggal diterimanya keterangan dari Wajib Pajak, maka ketetapan sebagai Wajib Pajak gugur dengan sendirinya dan berhak mendapatkan keputusan pencabutan penetapan sebagai Wajib Pajak.

Tarif Pajak

Tarif Pajak yang dikenakan atas objek pajak adalah sebesar 0,5% (lima per sepuluh persen).

Dasar Pengenaan Pajak

  • Dasar pengenaan pajak adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP).
  • Besarnya Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) ditetapkan setiap tiga tahun oleh Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak atas nama Menteri Keuangan dengan mempertimbangkan pendapat Gubernur / Bupati / Walikota (Pemerintah Daerah) setempat.
  • Dasar penghitungan pajak adalah yang ditetapkan serendah-rendahnya 20% dan setinggi-tingginya 100% dari Nilai Jual Objek Pajak (NJOP).
  • Besarnya persentase ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah dengan memperhatikan kondisi ekonomi nasional.