Teori-Teori yang mendukung pemungutan pajak: Perbedaan revisi
Baris 5: | Baris 5: | ||
#* ''Unsur obyektif'', dengan melihat besarnya penghasilan atau kekayaan yang dimiliki oleh seseorang. | #* ''Unsur obyektif'', dengan melihat besarnya penghasilan atau kekayaan yang dimiliki oleh seseorang. | ||
#* ''Unsur subyektif'', dengan memperhatikan besarnya kebutuhan materiil yang harus dipenuhi. Contoh : | #* ''Unsur subyektif'', dengan memperhatikan besarnya kebutuhan materiil yang harus dipenuhi. Contoh : | ||
− | {| class="wikitable" | + | {| class="wikitable" style="margin: .5em 0 .5em 1em;" |
! | ! | ||
!Tuan A | !Tuan A |
Revisi per 17 Juni 2018 16.36
Terdapat beberapa teori yang menjelaskan atau memberikan justifikasi pemberian hak kepada negara untuk memungut pajak. Teori-teori tersebut antara lain :
- Teori Asuransi. Negara melindungi keselamatan jiwa, harta benda, dan hak-hak rakyatnya. Oleh karena itu, rakyat harus membayar pajak yang diibaratkan sebagai suatu premi asuransi karena memperoleh jaminan perlindungan tersebut.
- Teori Kepentingan. Pembagian beban pajak kepada rakyat didasarkan pada kepentingan (misalnya perlindungan) masing-masing orang. Semakin besar kepentingan seseorang terhadap negara, makin tinggi pajak yang harus dibayar.
- Teori Daya Pikul. Beban pajak untuk semua orang harus sama beratnya, artinya pajak harus dibayar sesuai dengan daya pikul masing-masing orang. Untuk mengukur daya pikul dapat digunakan 2 (dua) pendekatan, yaitu :
- Unsur obyektif, dengan melihat besarnya penghasilan atau kekayaan yang dimiliki oleh seseorang.
- Unsur subyektif, dengan memperhatikan besarnya kebutuhan materiil yang harus dipenuhi. Contoh :
Tuan A | Tuan B | |
---|---|---|
Penghasilan per bulan | Rp. 10 juta | Rp. 10 juta |
Status | menikah dengan 3 anak | bujangan |
- Teori Bakti.
- Teori Asas Daya Beli.