Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan: Perbedaan revisi

Dari V-TAX Wiki
Lompat ke: navigasi, cari
Baris 1: Baris 1:
 
Sesuai dengan Pasal 33 Ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945, bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Tanah sebagai bagian dari bumi yang merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa, di samping memenuhi kebutuhan dasar untuk papan dan lahan usaha, juga merupakan alat investasi yang sangat menguntungkan. Di samping itu, bangunan juga memberi manfaat ekonomi bagi pemiliknya. Oleh karena itu, bagi mereka yang memperoleh hak atas tanah dan bangunan, wajar menyerahkan sebagaian nilai ekonomi yang diperolehnya kepada negara melalui pembayaran pajak, yang dalam hal ini adalah Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).
 
Sesuai dengan Pasal 33 Ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945, bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Tanah sebagai bagian dari bumi yang merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa, di samping memenuhi kebutuhan dasar untuk papan dan lahan usaha, juga merupakan alat investasi yang sangat menguntungkan. Di samping itu, bangunan juga memberi manfaat ekonomi bagi pemiliknya. Oleh karena itu, bagi mereka yang memperoleh hak atas tanah dan bangunan, wajar menyerahkan sebagaian nilai ekonomi yang diperolehnya kepada negara melalui pembayaran pajak, yang dalam hal ini adalah Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).
  
Prinsip yang dianut dalam peraturan perundang-undangan terkait BPHTB adalah :
+
Prinsip yang dianut dalam Undang-Undang terkait BPHTB adalah :
 
# Pemenuhan kewajiban BPHTB adalah berdasarkan sistem self assessment, yaitu Wajib Pajak menghitung dan membayar sendiri utang pajaknya.
 
# Pemenuhan kewajiban BPHTB adalah berdasarkan sistem self assessment, yaitu Wajib Pajak menghitung dan membayar sendiri utang pajaknya.
 
# Besarnya tarif ditetapkan sebesar 5% (lima persen) dari Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak (NPOPKP).
 
# Besarnya tarif ditetapkan sebesar 5% (lima persen) dari Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak (NPOPKP).
# Agar pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan terkait BPHTB dapat berlaku secara efektif
+
# Agar pelaksanaan Undang-Undang BPHTB dapat berlaku secara efektif, baik kepada wajib pajak maupun kepada pejabat-pejabat umum yang melanggar ketentuan atau tidak melaksanakan kewajibannya, dikenakan sanksi menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
 +
# Hasil penerimaan BPHTB merupakan penerimaan negara yang sebagian besar diserahkan kepada Pemerintah Daerah untuk meningkatkan pendapatan daerah guna membiayai pembangunan daerah dan dalam rangka memantapkan otonomi daerah.
 +
# Semua pungutan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan di luar ketentuan ini tidak diperkenankan.
 +
Sehubungan dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tanggal 15 September 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, wewenang untuk memungut BPHTB diserahkan ke pemerintah kabupaten / kota. Penyerahan pengelolaan BPHTB kepada pemerintah kabupaten / kota mulai 1 Januari 2011.

Revisi per 18 Juni 2018 09.46

Sesuai dengan Pasal 33 Ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945, bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Tanah sebagai bagian dari bumi yang merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa, di samping memenuhi kebutuhan dasar untuk papan dan lahan usaha, juga merupakan alat investasi yang sangat menguntungkan. Di samping itu, bangunan juga memberi manfaat ekonomi bagi pemiliknya. Oleh karena itu, bagi mereka yang memperoleh hak atas tanah dan bangunan, wajar menyerahkan sebagaian nilai ekonomi yang diperolehnya kepada negara melalui pembayaran pajak, yang dalam hal ini adalah Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).

Prinsip yang dianut dalam Undang-Undang terkait BPHTB adalah :

  1. Pemenuhan kewajiban BPHTB adalah berdasarkan sistem self assessment, yaitu Wajib Pajak menghitung dan membayar sendiri utang pajaknya.
  2. Besarnya tarif ditetapkan sebesar 5% (lima persen) dari Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak (NPOPKP).
  3. Agar pelaksanaan Undang-Undang BPHTB dapat berlaku secara efektif, baik kepada wajib pajak maupun kepada pejabat-pejabat umum yang melanggar ketentuan atau tidak melaksanakan kewajibannya, dikenakan sanksi menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
  4. Hasil penerimaan BPHTB merupakan penerimaan negara yang sebagian besar diserahkan kepada Pemerintah Daerah untuk meningkatkan pendapatan daerah guna membiayai pembangunan daerah dan dalam rangka memantapkan otonomi daerah.
  5. Semua pungutan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan di luar ketentuan ini tidak diperkenankan.

Sehubungan dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tanggal 15 September 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, wewenang untuk memungut BPHTB diserahkan ke pemerintah kabupaten / kota. Penyerahan pengelolaan BPHTB kepada pemerintah kabupaten / kota mulai 1 Januari 2011.