Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan: Perbedaan revisi

Dari V-TAX Wiki
Lompat ke: navigasi, cari
(Perpanjangan Jangka Waktu Penyampaian SPT)
(Sanksi Terlambat atau Tidak Menyampaikan SPT)
Baris 231: Baris 231:
  
 
=== Sanksi Terlambat atau Tidak Menyampaikan SPT ===
 
=== Sanksi Terlambat atau Tidak Menyampaikan SPT ===
Apabila surat
+
Apabila surat pemberitahuan tidak disampaikan dalam jangka waktu yang telah ditentukan atau batas waktu perpanjangan penyampaian Surat Pemberitahuan, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar :
 +
# Rp. 500.000,- (lima ratus ribu rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai.
 +
# Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Masa lainnya.
 +
# Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan.
 +
# Rp. 1000.000,- (seratus ribu rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak orang pribadi

Revisi per 22 Juni 2018 05.27

Sistem perpajakan yang lama ternyata sudah tidak sesuai lagi dengan tingkat kehidupan sosial ekonomi masyarakat Indonesia, baik dari segi kegotong-royongan nasional maupun dari laju pembangunan nasional yang telah dicapai. Di samping itu, sistem perpajakan yang lama tersebut belum dapat menggerakkan peran dari semua lapisan subjek pajak yang besar peranannya dalam menghasilkan penerimaan dalam negerai yang sangat diperlukan guna mewujudkan kelangsungan dan peningkatan pembangunan nasional. Oleh karena itu, pemerintah mencaiptakan sistem perpajakan yang baru, yaitu dengan lahirnya undang-undang perpajakan baru yang terdiri atas : UU No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan dan UU No. 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, UU No. 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan dan UU No. 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai.

Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dilandasi oleh Falsafah Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yang di dalamnya tertuang ketentuan yang menjunjung tinggi hak warga negara dan menempatkan kewajiban perpajakan sebagai kewajiban kenegaraan. Undang-Undang ini memuat ketentuan umum dan tata cara perpajakan yang pada prinsipnya diberlakukan bagi undang-undang pajak material, kecuali dalam undang-undang pajak yang bersangkutan telah mengatur sendiri mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakannya.

Sejalan dengan perkembangan ekonomi, teknologi informasi, sosial dan politik, disadari bahwa perlu dilakukan perubahan undang-undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Perubahan tersebut bertujuan untuk lebih memberikan keadilan, meningkatkan pelayanan kepada Wajib Pajak, meningkatkan kepastikan dan penegakan hukum, serta mengantisipasi kemajuan di bidang teknologi informasi dan perubahan ketentuan material di bidang perpajakan. Selain itu, perubahan tersebut juga dimaksudkan untuk meningkatkan profesionalisme aparatur perpajakan, meningkatkan keterbukaan administrasi perpajakan dan meningkatkan kepatuhan sukarela Wajib Pajak.

Sistem, mekanisme dan tata cara pelaksanaan hak dan kewajiban perpajakan yang sederhana menjadi ciri dan corak dalam perubahan undang-undang ini dengan tetap menganut sistem self-assessment. Perubahan tersebut khususnya berkaitan dengan peningkatan keseimbangan hak dan kewajiban bagi masyarakat Wajib Pajak, sehingga masyarakat Wajib Pajak dapat melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya dengan lebih baik.

Dengan memegang teguh pada prinsip kepastian hukum, keadilan dan kesederhanaan, arah dan tujuan perubahan undang-undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan ini mengacu pada kebijakan pokok sebagai berikut :

  1. Meningkatkan efisiensi pemungutan pajak dalam rangka mendukung penerimaan negara.
  2. Meningkatkan pelayanan, kepastian hukum dan keadilan bagi masyarakat guna meningkatkan daya saing dalam bidang penanaman modal, dengan tetap mendukung pengembangan usaha kecil dan menengah.
  3. Menyesuaikan tuntutan perkembangan sosial ekonomi masyarakat seta perkembangan di bidang teknologi informasi.
  4. Meningkatkan keseimbangan antara hak dan kewajiban.
  5. Menyederhanakan prosedur administrasi perpajakan.
  6. Meningkatkan penerapan prinsip self assessment secara akuntabel dan konsisten.
  7. Mendukung iklim usaha ke arah yang lebih kondusif dan kompetitif.

Dengan dilaksanakannya kebijakan pokok tersebut diharapkan dapat meningkatkan penerimaan negara dalam jangka menengah dan panjang seiring dengan meningkatnya kepatuhan sukarela dan membaiknya iklim usaha.

Dasar Hukum

Dasar hukum Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009.

Pengertian-Pengertian

Dalam pembahasan Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan akan dijumpai pengertian-pengertian atau istilah-istilah yang sudah baku. Pengertian atau istilah-istilah tersebut, antara lain :

  1. Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebsar-besarnya kemakmuran rakyat.
  2. Wajib pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak dan pemungut pajak yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
  3. Badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.
  4. Msa pajak adalah jangka waktu yang menjadi dasar bagi wajib pajak untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang dalam suatu jangka waktu tertentu sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang KUP. Masa pajak sama dengan 1 (satu) bulan kalender atau jangka waktu lain yang diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan paling lama 3 (tiga) bulan kalender.
  5. Tahun pajak adalah jangka waktu 1 (satu) tahun kalender kecuali bila wajib pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender.
  6. Bagian tahun pajak adalah bagian dari jangka waktu 1 (satu) tahun pajak.
  7. Pajak yang terutang adalah pajak yang harus dibayar pada suatu saat, dalam Masa Pajak, dalam Tahun Pajak atau dalam Bagian Tahun Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
  8. Surat paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak.
  9. Kredit pajak untuk Pajak Penghasilan adalah pajak yang dibayar sendiri oleh Wajib Pajak ditambah dengan pokok pajak yang terutang dalam Surat Tagihan Pajak karena Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar, ditambah dengan pajak yang dipotong atau dipungut, ditambah dengan pajak atas penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri, dikurangi dengan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak, yang dikurangkan dari pajak yang terutang.
  10. Kredit Pajak untuk Pajak Pertambahan Nilai adalah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan setelah dikurangi dengan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak atau setelah dikurangi dengan pajak yang telah dikompensasikan yang dikurangkan dari pajak yang terutang.
  11. Pemerikasaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan dan atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
  12. Bukti Permulaan adalah keadaan, perbuatan, dan atau bukti berupa keterangan, tulisan atau benda yang dapat memberikan petunjuk adanya dugaan kuat bahwa sedang atau telah terjadi suatu tindak pidana di bidang perpajakan yang dilakukan oleh siapa saja yang dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara.
  13. Pemeriksaan Bukti Permulaan adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk mendapatkan bukti permulaan tentang adanya dugaan telah terjadi tindak pidana di bidang perpajakan.
  14. Penanggung Pajak adalah orang pribadi atau badan yang bertanggung jawab atas pembayaran pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak dan memenuhi kewajiban Wajib Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
  15. Penelitian adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk menilai kelengkapan pengisian Surat Pemberitahuan dan lampiran-lampirannya, termasuk penilaian tentang kebenaran penulisan dan penghitungannya.

Tahun Pajak

Pada umumnya tahun pajak sama dengan tahun takwim atau tahun kalender. Akan tetapi wajib pajak dapat menggunakan tahun pajak tidak sama dengan tahun takwim dengan syarat konsisten (taat asas) selama 12 bulan, dan melapor / memberitahukan kepada Kantor Pelayanan Pajak Pratama setempat. Cara menentukan suatu tahun pajak sebagai berikut :

  1. Tahun Pajak Sama dengan Tahun Takwim. Pembukuan dimulai 1 Januari 2016 dan berakhir 31 Desember 2016 disebut tahun pajak 2016.
  2. Tahun Pajak Tidak Sama dengan Tahun Takwim.
    • Pembukuan dimulai 1 Juli 2016 dan berakhir 30Juni 2017. Disebut tahun pajak 2016 karena 6 bulan pertama jatuh pada tahun 2016.
    • Pembukuan dimulai 1 April 2016 dan berakhir 31 Maret 2017. Disebut tahun pajak 2016 karena lebih dari 6 bulan jatuh pada tahun 2016.
    • Pembukuan dimulai 1 Oktober 2016 dan berakhir 30 September 2017. Disebut tahun pajak 2017 karena lebih dari 6 bulan jatuh pada tahun 2017.

Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)

Nomor Pokok Wajib Pajak adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.

Fungsi NPWP

  1. Sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak.
  2. Untuk menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan dalam pengawasan admninistrasi perpajakan.

Pencantuman NPWP

Dalam hal berhungan dengan dokumen perpajakan, Wajib Pajak diwajibkan mencantumkan Nomor Pokok Wajib Pajak yang dimilikinya.

Pendaftaran NPWP

Setiap Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perungan-undangan di bidang perpajakan wajib medaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wialayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan wajb pajak dan kepada wajib pajak diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak.

Yang dimaksud dengan "persyaratan subjektif" adalah persyaratan yang sesuai dengan ketentuan mengenai subjek pajak dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan 1984 dan perubahannya. "Persyaratan objektif" adalah persyaratan bagi subjek pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan atau diwajibkan untuk melakukan pemotongan / pemungutan sesuia dengan ketentuan Undang-Undang Pajak Penghasilan 1984 dan perubahannya.

Tempat pendaftaran dilakukan di kantor DIrektorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal dan kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat kegiatan usaha dilakukan, bag wajib pajak orang pribadi pengusaha tertentu.

Kewajiban mendaftarkan diri tersebut berlaku pula terhadap wanita kawin yang dikenai pajak secara terpisah karena hidup terpisah berdasarkan keputusan hukum atau dikehendaki secara tertulis berdasarkan perjanjian pemisahan penghasilan dan harta.

Wanita kawin selain tersebut di atas dapat mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak atas namanya sendiri agar wanita kawin tersebut dapat melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya terpisah dari hak dan kewajiban perpajakan suaminya.

Bagi wanita kawin yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan dan :

  1. tidak hidup terpisah; atau
  2. tidak melakukan perjanjian pemisahan penghasilan dan harta secara tertulis,

hak dan kewajiban perpajakannya digabungkan dengan pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan suaminya. Tetapai apabila ingin melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakan terpisah dari hak dan kewajiban perpajakan suami, harus mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak.

Warisan yang belum terbadi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak dalam kedudukannya sebagai subjek pajak yang menggunakan Nomor Pokok Wajib Pajak dari orang pribadi yang meninggalkan warisan tersebut dan diwakili oleh :

  1. salah seorang ahli waris;
  2. pelaksana wasiat; atau
  3. pihak yang mengurus harta peninggalan.

Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak secara jabatan apabila Wajib Pajak yang memenuhi persyaratan subjektif dan objektif tidak mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP. Kewajiban perpajakan bagi Wajib Pajak yang diterbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak secara jabatan dimulai sejak saat Wajib Pajak memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, paling lama 5 (lima) tahun sebelum diterbitkannya Nomor Pokok Wajib Pajak.

Kewajiban mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP dibatasi jangka waktunya karena hal ini berkaitan dengan saat pajak terutang dan kewajiban mengenakan pajak terutang. Jangka waktu pendaftaran NPWP adalah :

  1. Bagi Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas dan wajib pajak badan, wajib mendaftarkan diri paling lambat 1 (satu) bulan setelah saat usaha mulai dijalankan.
  2. Wajib Pajak orang pribadi yang tidak menjalankan suatu usaha atau tidak melakukan pekerjaan bebas apabila jumlah penghasilannya sampai dengan suatu bulan yang disetahunkan telah melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak, wajib mendaftarkan diri paling lam pada akhir bulan berikutnya.

Terhadap Wajib Pajak yang tidak mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP akan dikenakan sanksi perpajakan.

Sanksi

Setiap orang yang dengan sengaja tidak mendaftarkan diri untuk diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak atau menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak NPWP, sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.

Pidana tersebut ditambahkan 1 (satu) kali menjadi 2 (dua) kali sanksi pidana apabila seseorang melakukan lagi tindak pidana di bidang perpajakan sebelum lewat 1 (satu) tahun, terhitung sejak selesainya menjalani pidana penjara yang dijatuhkan.

setiap orang yang melakukan percobaan untuk melakukan tindak pidana menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak Nomor Pokok Wajib Pajak dalam rangka mengajukan permohonan restitusi atau melakukan kompensasi pajak atau pengkreditan pajak, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah restitusi yang dimohonkan dan atau kompensasi atau pengkreditan yang dilakukan dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah restitusi yang dimohonkan dan atau kompensasi atau pengkreditan yang dilakukan.

Penghapusan NPWP

Penghapusan NPWP adalah tindakan menghapuskan NPWP dari administrasi Kantor Pelayanan Pajak. Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak dilakukan oleh Direktur Jenderal Pajak apabila :

  1. Wajib Pajak sudah tidak memenuhi persyaratan subjektif dan atau objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
  2. Wajib Pajak badan dalam rangka likuidasi atau pembubaran karena penghentian atau penggabungan usaha.
  3. Wanita yang sebelumnya memiliki NPWP dan menikah tanpa membuat perjanjian pemisahan harta dan penghasilan.
  4. Wajib Pajak bentuk usaha tetap menghentikan kegiatan usahanya di Indonesia.
  5. Dianggap perlu oleh Direktur Jenderal Pajak untuk menghapuskan Nomor Pokok Wajib Pajak dari Wajib Pajak yang sudah tidak memenuhi persyaratan subjektif dan atau objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan pemeriksaan atau verifikasi harus memberikan keputusan atas permohonan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak dalam jangka waktu 6 (enam) bulan untuk Wajib Pajak orang pribadi atau 12 (dua belas) bulan untuk Wajib Pajak badan, sejak tanggal permohonan diterima secara lengkap. Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud telah lewat dan Direktur Jenderal Pajak tidak memberi suatu keputusan, permohonan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak dianggap dikabulkan.

Format NPWP

NPWP terdiri dari 15 digit, yaitu 9 (sembilan) digit pertama merupakan Kode Wajib Pajak dan 6 (enam) digit berikutnya merupakan Kode Administrasi Perpajakan. Formatnya adalah sebagai berikut : XX.XXX.XXX.X-XXX.XXX

Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak

Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apa pun yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar daerah pabean, melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar daerah pabean.

Pengusaha Kena Pajak (PKP) adalah pengusaha yagn melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya.

Setiap wajib pajak sebagai pengusaha yang dikenai Pajak Pertambahan Nilai berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.

Pengusaha kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 yang :

  1. memilih sebagai Pengusaha Kena Pajak; atau
  2. tidak memilih sebagai Pengusaha Kena Pajak, tetapi sampai dengan suatu bulan dalam suatu tahun buku jumlah nilai peredaran bruto atas penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak telah melampaui batasan yang ditentukan sebagai pengusaha kecil, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak paling lama akhir bulan berikutnya.

Kewajiban melaporkan untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dilakukan sebelum melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak. Terhadap pengusaha yang telah memenuhi syarat sebagai PKP, tetapi tidak melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP akan dikukuhkan sebagai PKP secara jabatan dan dikenakan sanksi perpajakan.

Fungsi Pengukungan PKP

  1. Sebagai identitas PKP yang bersangkutan.
  2. Melaksanakan hak dan kewajiban di bidang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
  3. Pengawasan Administrasi Perpajakan.

Tempat Pengukuhan PKP

Wajib Pajak yang memenuhi ketentuan sebagai PKP wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP pada :

  1. Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor Pelayanan, Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukann dan atau tempat kegiatan usaha Wajib Pajak.
  2. Kantor Pelayanan Pajak tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

Dalam hal tempat tinggal atau tempat kedudukan dan atau tempat kegiatan usaha Wajib Pajak berada dalam 2 (dua) atau lebih wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak, Direktur Jenderal Pajak dapat menetapkan Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar.

Pencabutan Pengukuhan PKP

Direktur Jenderal Pajak karena jabatan atau atas permohonan wajib pajak dapat melakukan Pencabutan Pengukuhan Pengusahan Kena Pajak. Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak dapat dilakukan dalam hal :

  1. PKP pindah alamat ke wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak lain.
  2. Sudah tidak memenuhi persyaratan sebagai PKP termasuk PKP yang jumlah peredaran dan atau penerimaan bruto untuk suatu tahun buku tidak melebihi batas jumlah peredaran dan atau penerimaan bruto untuk pengusaha kecil.
  3. PKP telah dipusatkan tempat terutangnya Pajak Pertambahan Nilai di tempat lain.
  4. PKP menyalahgunakan pengukuhan PKP.

Atas permohonan Wajib Pajak untuk melakukan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan pemeriksaan atau verifikasi harus memberikan keputusan dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal permohonan diterima secara lengkap. Apabila jangka waktu tersebut telah lewat, Direktur Jenderal Pajak tidak memberi suatu keputusan, maka permohonan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak dianggap dikabulkan dan surat keputusan mengenai Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak harus diterbitkan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan setelah jangka waktu 6 (enam) bulan berakhir.

Sanksi

Setiap orang yang dengan sengaja tidak melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebgai Pengusaha Kena Pajak atau menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.

Pidana tersebut ditambahkan 1 (satu) kali menjadi 2 (dua) kali sanksi pidana apabila seseorang melakukan lagi tindak pidana di bidang perpajakan sebelum lewat 1 (satu) tahun, terhitung sejak selesainya menjalani pidana penjara yang dijatuhkan.

Setiap orang yang melakukan percobaan untuk melakukan tindak pidana menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak dalam rangka mengajukan permohonan restitusi atau melakukan komepnsasi pajak atau pengkreditan pajak, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah restitusi yang dimohonkan dan atau kompensasi atau pengkreditan yang dilakukan dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah restitusi yang dimohonkan dan atau kompensasi atau pengkreditan yang dilakukan.

Surat Pemberitahuan (SPT)

Surat Pemberitahuan (SPT) adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan atau pembayaran pajak, objek pajak dan atau bukan objek pajak dan atau harga dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Fungsi SPT

Fungsi surat pemberitahuan bagi Wajib Pajak Pajak Penghasilan sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang :

  1. Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri dan atau melalui pemotongan atau pemungutan pihak lain dalam 1 (satu) Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak.
  2. Penghasilan yang merupakan objek pajak dan atau bukan objek pajak.
  3. Harta dan kewajiban.
  4. Pembayaran dari pemotong atau pemungut tentang pemotongan atau pemungutan pajak orang pribadi atau badan lain dalam 1 (satu) masa pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Bagi Pengusaha Kena Pajak, fungsi surat pemberitahuan sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang :

  1. Pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran.
  2. Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri oleh Pengusaha Kena Pajak dan atau melalui pihak lain dalam satu masa pajak, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Bagi pemotong atau pemungut pajak, fungsi surat pemberitahuan adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan pajak yang dipotong atau dipungut dan disetorkannya.

Prosedur Penyelesaian SPT

  • Wajib Pajak sebagaimana mengambil sendiri surat pemberitahuan di tempat yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak atau mengambil dengan cara lain yang tata cara pelaksanaannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. Wajib Pajak juga dapat mengambil Surat Pemberitahuan dengan cara lian, misalnya dengan mengakses situs Direktorat Jenderal Pajak untuk memperolah formulir surat pemberitahuan tersebut.
  • Setiap wajib pajak wajib mengisi Surat Pemberitahuan dengan benar, lengkap dan jelas, dalam Bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan menandatangani serta menyampaikannya ke kantor Direktorat Jenderal Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau dikukuhkan atau tempat lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
  • Wajib Pajak yang telah mendapat izin Menteri Keuangan untuk menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan bahasa asing dan mata uang selain Rupiah, wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan dalam Bahasa Indonesia dengan menggunakan satuan mata uang selain Rupiah yang diizinkan.
  • Penandatanganan SPT dapat dilakukan secara biasa, dengan tanda tangan stempel atau tanda tangan elektronik atau digital yang semuanya mempunyai kekuatan hukum yang sama.
  • Bukti-bukti yang harus dilampirkan pada SPT, antara lain :
    1. Untuk Wajib Pajak yang mengadakan pembukuan : Laporan keuangan berupa neraca dan laporan rugi laba serta keterangan-keterangan lain yang diperlukan untuk menghitung besarnya penghasilan kena pajak.
    2. Untuk SPT Masa PPN sekurang-kurangnya memuat jumlah dasar pengenaan pajak, jumlah pajak keluaran, jumlah pajak masukan yang dapat dikreditkan dan jumlah kekurangan atau kelebihan pajak.
    3. Untuk Wajib Pajak yang menggunakan norma perhitungan : Perhitungan jumlah peredaran yang terjadi dalam tahun pajak yang bersangkutan.

Pembetulan SPT dan Pengungkapan Ketidakbenaran

Wajib Pajak dengan kemauan sendiri dapat membetulkan surat pemberitahuan yang telah disampaikan dengan menyampaikan pernyataan tertulis, dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum melakukan tindakan :

  1. Verifikasi dalam rangka menerbitkan surat ketetapan pajak.
  2. Pemeriksaan.
  3. Pemeriksaan Bukti Permulaan.

Pernyataan tertulis dalam pembetulan surat pemberitahuan dilakukan dengan cara memberi tanda pada tempat yang telah disediakan dalam Surat Pemberitahuan yang menyatakan bahwa Wajib Pajak yang bersangkutan membetulkan Surat Pemberitahuan.

Dalam hal pembetulan Surat Pemberitahuan menyatakan rugi atau lebih bayar, pembetulan surat pemberitahuan harus disampaikan paling lama 2 (dua) tahun sebelum daluwarsa penetapan.

Wajib Pajak yang membetulkan sendiri Surat Pemberitahuan Tahunan maupun Surat Pemberitahuan Masa yang mengakibatkan utang pajak menjadi lebih besar, kepadanya dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan atas jumlah pajak yang kurang dibayar, dihitung sejak jatuh tempo pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.

Walaupun telah dilakukan tindakan pemeriksaan, tetapi belum dilakukan tindakan penyidikan mengenai adanya ketidakbenaran yang dilakukan Wajib Pajak, terhadap ketidakbenaran perbuatan Wajib Pajak tersebut tidak akan dilakukan penyidikan apabila Wajib Pajak dengan kemauan sendiri mengungkapkan ketidakbenaran perbuatannya tersebut dengan disertai pelunasan kekurangan pembayaran jumlah pajak yang sebenarnya terutang beserta sanksi administrasi berupa denda sebesar 150% (seratus lima puluh persen) dari jumlah pajak yang kurang dibayar.

Walaupun Direktur Jenderal Pajak telah melakukan pemeriksaan, dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum menerbitkan surat ketetapan pajak, Wajib Pajak dengan kesadaran sendiri dapat mengungkapkan dalam laporan tersendiri tentang ketidakbenaran pengisian surat pemberitahuan yang telah disampaikan sesuai keadaan yang sebenarnya, yang dapat mengakibatkan :

  1. Pajak-pajak yang masih harus dibayar menjadi lebih besar atau lebih kecil.
  2. Rugi berdasarkan ketentuan perpajakan menjadi lebih kecil atau lebih besar.
  3. Jumlah harga menjadi lebih besar atau lebih kecil.
  4. Jumlah modal menjadi lebih besar atau lebih kecil.

Pajak yang kurang dibayar dan timbul sebagai akibat dari pengungkapan ini beserta sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 50% (lima puluh persen) dari pajak yang kurang dibayar, harus dilunasi oleh wajib pajak sebelum laporan tersendiri dimaksud disampaikan.

Wajib Pajak dapat membetulkan Surat Pemberitahuan Tahunan yang telah disampaikan, dalam hal Wajib Pajak menerima ketetapan pajak, Surat Kebutusan Keberatan, Surat Keputusan Pembetulan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali Tahun Pajak sebelumnya atau beberapa tahun pajak sebelumnya yang menyatakan rugi fiskal yang berbeda dengan rugi fiskal yang telah dikompensasikan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan yang akan dibetulkan tersebut, dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan setelah menerima Surat Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pembetulan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali, dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum melakukan tindakan pemeriksaan.

Jenis SPT

Secara garis besar SPT dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu :

  1. Surat Pemberitahuan Masa adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu masa pajak.
  2. Surat Pemberitahuan Tahunan adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu tahun pajak atau bagian tahun pajak.

SPT meliputi :

  1. SPT Tahunan Pajak Penghasilan.
  2. SPT Masa yang terdiri dari :
    1. SPT Masa Pajak Penghasilan.
    2. SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai.
    3. SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai bagi Pemungut Pajak Pertambahan Nilai.

SPT dapat berbentuk :

  1. Formulir kertas (hardcopy).
  2. Dokumen elektronik.

Batas Waktu Penyampaian SPT

Batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan adalah :

  1. Untuk Surat Pemberitahuan Masa, paling lama 20 (dua puluh) hari setelah akhir masa pajak. Khusus untuk surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai disampaikan paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak.
  2. Untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak orang pribadi, paling lama 3 (tiga) bulan setelah akhir tahun pajak.
  3. Untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan, paling lama 4 (empat) bulan setelah akhir Tahun Pajak.

Perpanjangan Jangka Waktu Penyampaian SPT

Wajib Pajak dapat memperpanjang jangka waktu penyampaian SPT Tahunan sebagaimana dimaksud untuk paling lama 2 (dua) bulan sejak batas waktu penyampaian SPT Tahunan dengan cara menyampaikan pemberitahuan perpanjangan SPT Tahunan.

Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan dibuat secara tertulis dan disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak, sebelum batas waktu penyampaian SPT Tahunan berakhir, dengan dilampiri :

  1. Perhitungan sementara pajak terutang dalam 1 (satu) Tahun Pajak yang batas waktu penyampaiannya diperpanjang.
  2. Laporan keuangan sementara.
  3. Surat Setoran Pajak sebagai bukti pelunasan kekurangan pembayaran pajak yang terutang.

Pemberitahaun Perpanjangan SPT Tahunan wajib ditandatangani oleh Wajib Pajak atau Kuasa Wajib Pajak. Dalam hal Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan ditandatangani oleh Kuasa Wajib Pajak, Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan harus dilampiri dengan Surat Kuasa Khusus.

Pemberitahuan perpanjangan SPT Tahunan dapat disampaikan :

  1. Secara langsung.
  2. Melalui pos dengan bukti penerimaan surat.
  3. Dengan cara lain, yang meliputi :
    1. melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti penerimaan surat; atau
    2. saluran tertentu yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak sesuai dengan perkembangan teknologi informasi.

Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dianggap bukan merupakan Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan.

Sanksi Terlambat atau Tidak Menyampaikan SPT

Apabila surat pemberitahuan tidak disampaikan dalam jangka waktu yang telah ditentukan atau batas waktu perpanjangan penyampaian Surat Pemberitahuan, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar :

  1. Rp. 500.000,- (lima ratus ribu rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai.
  2. Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Masa lainnya.
  3. Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan.
  4. Rp. 1000.000,- (seratus ribu rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak orang pribadi